Senin, 01 Oktober 2012

Acara Adat Ngaben Umat Hindu Bali



A. PENGERTIAN


Ngaben secara umum didefinisikan sebagai upacara pembakaran mayat, kendatipun dari asal-usul etimologi, itu kurang tepat. Sebab ada tradisi ngaben yang tidak melalui pembakaran mayat. Ngaben sesungguhnya berasal dari kata beyaartinya biaya atau bekal, kata beya ini dalam kalimat aktif (melakukan pekerjaan) menjadi meyanin. Kata meyanin sudah menjadi bahasa baku untuk menyebutkan upacara sawa wadhana. Boleh juga disebut Ngabeyain. Kata ini kemudian diucapkan dengan pendek, menjadi ngaben.


Tempat untuk memproses menjadi tanah disebut pemasmian dan arealnya disebuttunon. Tunon berasal dari kata tunu yang berarti membakar. Sedangkan pemasmianberasal dari kata basmi yang berarti hancur. Tunon lain katanya adalah setra atausema. Setra artinya tegal sedangkan sema berasal dari kata smasana yang berarti Durga. Dewi Durga yang bersthana di Tunon ini.





B. DASAR HUKUM


Ngaben merupakan salah satu upacara adat Umat Hindu yang masuk ke dalam ruang lingkup upacara Pitra Yajna. Dimana yang dimaksud dengan Pitra Yajna adalah persembahan suci kepada leluhur. Pitra Yajna berasal dari kata Pitr yang artinya leluhur, yajna yang berasal urat kata yaj yang berarti berkorban. Leluhur dimaksud adalah Ibu Bapak, kakek, buyut, dan lain-lain yang merupakan garis lurus ke atas, yang menurunkan kita. Kita ada karena ibu dan Bapak. Ibu dan Bapak ada karena Kakek dan Nenek, begitu seterusnya. Jadi kita ada atas jasa mereka. Kita telah berhutang kepada mereka. Hutang kepada leluhur disebut Pitra Rna. Hutang ini harus dibayar, membayar utang kepada leluhur dengan melaksanakan pitra yajna. Jadi pitra yajna merupakan suatu pembayaran hutang kepada leluhur. Hal inilah yang menjadi dasar hukum dari pada Pitra Yajna itu.


Upacara menghormati leluhur dalam Agama Hindu di kenal dengan istilah Sradha. Hal ini dijelaskan dalam Menawa Dharma Sastra sebagai berikut : “Upacara Pitra Yajna yang harus kamu lakukan Hendaknya setiap harinya melakukan sraddha dengan mempersembahkan nasi atau dengan air dan susu, dengan umbi-umbian . Dan dengan demikian Ia menyenangkan para leluhur.” (M.D.S.I.82).


C. JENIS - JENIS NGABEN SEDERHANA


1. Mendhem Sawa


Mendhem sawa berarti penguburan mayat. Di muka dijelaskan bahwa ngaben di Bali masih diberikan kesempatan untuk ditunda sementara, dengan alasan berbagai hal seperti yang telah diuraikan. Namun diluar itu masih ada alasan yang bersifat filosofis lagi, yang didalam naskah lontar belum diketemukan. Mungkin saja alasan ini dikarang yang dikaitkan dengan landasan atau latar belakang filosofis adanya kehidupan ini. Alasannya adalah agar ragha sarira yang berasal dari unsur prthiwi sementara dapat merunduk pada prthiwi dulu. Yang secara ethis dilukiskan agar mereka dapat mencium bunda prthiwi. Namun perlu diingatkan bahwa pada prinsipnya setiap orang mati harus segera di aben. Bagi mereka yang masih memerlukan waktu menunggu sementara maka sawa (jenasah) itu harus di pendhem (dikubur) dulu. Dititipkan pada Dewi penghuluning Setra (Dewi Durga).



2. Ngaben Mitra Yajna



Berasal dari kata Pitra dan Yajna. Pitra artinya leluhur, yajna berarti korban suci. Istilah ini dipakai untuk menyebutkan jenis ngaben yang diajarkan pada Lontar Yama Purwana Tattwa, karena tidak disebutkan namanya yang pasti. Ngaben itu menurut ucap lontar Yama Purwana Tattwa merupakan Sabda Bhatara Yama. Dalam warah-warah itu tidak disebutkan nama jenis ngaben ini. Untuk membedakan dengan jenis ngaben sedehana lainnya, maka ngaben ini diberi nama Mitra Yajna.


Pelaksanaan Atiwa-atiwa / pembakaran mayat ditetapkan menurut ketentuan dalam Yama Purwana Tattwa, terutama mengenai upakara dan dilaksanakan di dalam tujuh hari dengan tidak memilih dewasa (hari baik).


3. Pranawa


Pranawa adalah aksara Om Kara. Adalah nama jenis ngaben yang mempergunakan huruf suci sebagai simbol sawa. Dimana pada mayat yang telah dikubur tiga hari sebelum pengabenan diadakan upacara Ngeplugin atau Ngulapin. Pejati dan pengulapan di Jaba Pura Dalem dengan sarana bebanten untuk pejati. Ketika hari pengabenan jemek dan tulangnya dipersatukan pada pemasmian. Tulangnya dibawah jemeknya diatas. Kemudian berlaku ketentuan seperti amranawa sawa yang baru meninggal. Ngasti sampai ngirim juga sama dengan ketentuan ngaben amranawa sawa baru meninggal, seperti yang telah diuraikan.



D. PEMBAGIAN NGABEN BERDASARKAN CARANYA


1. Ngaben Langsung


Ngaben Langsung Artinya, Upacara ini langsung dilakukan setelah orang itu meninggal. Ini biasanya dilakukan bagi mereka yang boleh dikatakan mampu untuk urusan ekonominya. Pada umumnya upacara ngaben dari persiapannya membutuhkan waktu yang agak lama, minimal kira-kira 10 hari, itupun jika “hari baik” berdasarkan hitungan kalerder Bali sudah dapat ditentukan / dipilih. Sementara itu biasanya mayat dari orang yang meninggal akan diawetkan terlebih dahulu, baik dengan cara pembekuan (es), atau dengan zat kimia lainnya.


2. Ngaben Massal (ngerit)

Seperti namanya ngaben masal dilakukan secara bersama-sama dengan banyak orang. Di masing-masing desa di Bali biasanya mempunyai aturan tersendiri untuk acara ini. Ada yang melakukan setiap 3 tahun sekali, ada juga setiap 5 tahun dan mungkin ada yang lainnya. Bagi masyarakat yang kurang mampu, ini adalah pilihan yang sangat bijaksana, karena urusan biaya, sangat bisa diminimalkan. Biasanya mereka yang mempunyai keluarga meninggal dunia, akan di kubur terlebih dulu. Pada saat acara ngaben masal inilah, kuburan itu digali lagi untuk mengumpulkan sesuatu yang tersisa dari mayat tersebut. Sisa tulang atau yang lain, akan dikumpulkan dan selanjutnya dibakar.


Prosesi upacara ngaben selanjutnya, setelah pembakaran mayat, abunya kemudian dibuang ke laut. Dilanjutkan dengan upacara penjemputan arwah di laut tersebut, sebelum akhirnya ditempatkan di pura keluarga masing-masing. Disinilah biasanya seperti dijelaskan dihalaman lain tentang pura keluarga masyarakat hindu di Bali, disamping fungsinya untuk memuja tuhan juga untuk memuja para leluhurnya.



ANALISIS ATAU KESIMPULAN :


- Ngaben adalah upacara pemberian beya atau bekal bagi roh untuk kembali kepada asalnya, dan pembakaran mayat, tawulan atau awak-awakan Sawa (jenasah) untuk mempercepat proses kembalinya unsur Panca Maha Bhuta ke asalnya.


- Upacara ngaben dilandasi oleh pemikiran akan hakekat kehidupan sebagai manusia, yang berasal dari Tuhan untuk kembali kepada Tuhan.


- Ngaben adalah merupakan swadharma pretisantana untuk menunukkan rasa bakti yang mendalam terhadap leluhurnya.













SUMBER : - GOOGLE.COM


                    - WORDPRESS.COM




Tidak ada komentar:

Posting Komentar